PADANG, iNewsPadang.id - Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru menjadi sebuah Undang-Undang (UU).
KUHP baru tersebut terdiri dari 37 bab, 624 Pasal dan 345 halaman yang terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelas.
Dalam sebuah acara sosialisasi KUHP Baru yang diselenggarakan oleh MAHUPIKI di Padang-Sumatra Barat, Rabu (11/1/2023).
Dr. Yenti Garnasih menyebut beberapa keunggulan dari KUHP baru yang sudah sesuai dengan nilai-nilai dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. "Ada 17 keunggulan, sekarang kita tidak lagi buku I, II, dan III tetapi hanya buku I dan buku II. Buku I adalah ketentuan umum, buku II adalah kejahatan," kata Dr. Yenti di Kota Padang.
Dr. Yenti Garnasih juga menyebutkan bahwa asas keseimbangan juga terdapat dalam KUHP baru dimana KUHP baru akan menonjolkan sisi keadilannya.
“Hukum pidana itu adalah untuk perlindungan atau untuk melakukan perlindungan terhadap negara, masyarakat, dan individu,” kata Dr. Yenti Garnasih.
Selain itu, KUHP baru ini merupakan sebuah upaya rekodifikasi terbuka terhadap seluruh ketentuan pidana dan juga mampu menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini.
“Rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas ini adalah relevan dengan pertumbuhan hukum pidana di luar KUHP,” ujar ketua MAHUPIKI Yenti Ganarsih.
KUHP yang baru diundangkan ini, akan menggantikan KUHP warisan pemerintah kolonial Belanda. KUHP baru ini sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia saat ini.
Masih di acara sosialisasi yang sama, Guru Besar Universitas Negeri Semarang Prof. Dr. R Benny Riyanto, SH, M.Hum., mengatakan, KUHP baru mengalami pergeseran paradigma dari keadilan yang bersifat retributive menjadi korektif, retoratif, dan rehabilitatif.
“Perkembangan hukum pidana nasional maupun international itu terjadi pergeseran paradigma keadialn, yang dulunya itu keadilan yang dicari adalah keadilan retributive atau keadilan balas dendam, namun pergeseran itu menjadi yang dicari keadilan korektif bagi pelaku, restorative bagi korban, dan rehabilitatif bagi korban maupun pelaku” ujar Prof. Benny.
Selain itu, Guru Besar bidang Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, Ph.D., menyampaikan bahwa dalam KUHP baru ini memiliki beberapa perubahan dimana perubahan yang baru sudah sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur Indonesia.
“Ada 4 (empat) pasal yang kemudian di drop dari RUU KUHP yang berkaitan dengan dokter atau dokter gigi yang izinnya tidak ada, yang kedua tentang gelandangan, yang ketiga berkaitan dengan advokat curang, dan kemudian tentang unggas,” katanya dalam sosialisasi.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait