Ganti Rugi Tambang Belum Dibayar, PT ZMR Gugat Proyek Tol Padang–Sicincin

PARIAMAN,iNewsPadang.id— Proyek Tol Padang–Sicincin yang kini ramai dilalui kendaraan ternyata masih menyisakan persoalan hukum. Salah satu gugatan muncul dari PT Zulia Mentawai Rik (ZMR), yang mengklaim hak ganti rugi atas lahan tambang yang digunakan untuk pembangunan jalan tol tersebut belum kunjung dibayarkan.
Persidangan terkait gugatan ini digelar di Pengadilan Negeri Pariaman pada Rabu (19/6). Dalam sidang tersebut, pihak penggugat menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Hengki Andora, SH, LLM. Sementara pihak tergugat mencakup BPN Sumbar, BPN Padang Pariaman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Tol Padang–Kapalo Hilalang, Gubernur Sumbar, dan PT Hutama Karya.
Saksi ahli menjelaskan, prinsip pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus mengedepankan hak asasi manusia, keadilan, kepastian hukum, serta transparansi. Ia menegaskan, proses ganti rugi terhadap lahan milik PT ZMR di Kasang seharusnya dianggap final dan tidak dapat dibatalkan karena telah melewati tahapan sah seperti penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), validasi dari Kanwil BPN, dan penerbitan surat perintah pembayaran.
“Semua prosedur sudah dilalui, termasuk surat penawaran konsinyasi dari pengadilan. Oleh karena itu, secara hukum, tidak ada alasan pembatalan atau penundaan pembayaran,” ujar Hengki Andora dalam persidangan.
Pihak PT ZMR yang hadir bersama kuasa hukum Mulyadi SH, MH serta Direktur Utama Diswandi menegaskan bahwa perusahaan mereka mengalami kerugian secara moril dan materil akibat belum cairnya ganti rugi. Menurut Mulyadi, gugatan ini dilayangkan karena ganti rugi terhadap isi tambang berupa pasir dan sirtu yang berada di kawasan lahan telah melalui proses appraisal dan validasi BPN, namun belum juga dibayar oleh pihak PPK.
“Kalau semua proses administrasi sudah selesai dan dinyatakan valid, lalu kenapa belum ada pembayaran? Ini jadi preseden buruk dalam pelaksanaan pengadaan tanah nasional,” tegas Mulyadi.
Humas PT ZMR, Yalmarizul, turut menambahkan bahwa sudah ada kesepakatan pembayaran senilai Rp45 miliar sesuai akta notaris sejak September 2020. Bahkan pada 10 Juni 2021, mereka menerima salinan surat perintah pembayaran (SPP) senilai Rp6,8 miliar dari PPK, namun hingga kini uang belum diterima.
“Kami sudah memenuhi seluruh proses, dari pertemuan dengan appraisal 2 Desember 2020, validasi oleh BPN 4 Desember, hingga SPP dan penawaran konsinyasi dari pengadilan. Tapi sampai sekarang belum ada realisasi,” jelas Yalmar
Editor : Agung Sulistyo