Dari Petai Cina Jadi Tas Cantik: Kreasi Unik Perajin di Lima Puluh Kota

LIMA PULUH KOTA, InewsPadang.id — Siapa sangka, biji petai cina yang biasa dikenal sebagai bahan masakan, ternyata bisa menjelma menjadi tas dan dompet cantik? Di tangan Usmaniar, seorang perajin asal Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, biji tanaman lamtorogung ini disulap menjadi kerajinan tangan bernilai estetika tinggi.
Tanaman lamtorogung atau petai cina selama ini lebih dikenal sebagai pohon pelindung dan sumber bahan pangan bergizi. Namun, bagi Usmaniar, tanaman ini menyimpan potensi yang lebih dari sekadar fungsi kuliner. Ia melihat peluang dari bijinya yang kecil dan keras untuk dirangkai menjadi aksesori mode yang ramah lingkungan.
“Awalnya banyak yang tidak percaya ini dari petai cina, tapi setelah lihat langsung dan pegang sendiri, mereka justru kagum,” ungkap Usmaniar, tersenyum bangga di ruang kerjanya yang sederhana namun penuh kreativitas.
Proses yang Panjang dan Penuh Ketelatenan
Membuat satu tas dari biji petai cina bukanlah pekerjaan sehari jadi. Prosesnya memakan waktu, tenaga, dan tentu saja kesabaran ekstra. Biji yang sudah tua direbus dalam panci presto bersama tawas selama sekitar satu jam. Fungsi tawas ini penting untuk menjaga biji agar tidak pecah atau mengembang saat direbus.
Setelah direbus, biji didinginkan dengan air dingin dan kemudian diangin-anginkan sampai benar-benar kering. Tahap berikutnya adalah merangkai satu per satu biji tersebut menggunakan benang nilon, hingga membentuk pola tas atau dompet yang diinginkan.
“Untuk satu tas saja, paling cepat tiga hari baru selesai. Kadang bisa sampai seminggu, tergantung tingkat kerumitannya,” kata Usmaniar.
Kreasi Bernilai Ekonomis dan Estetis
Tas-tas berbahan petai cina ini tidak hanya menarik dari segi visual, tetapi juga memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Harganya bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga dua jutaan rupiah, tergantung pada desain, tingkat kesulitan, dan ukuran produk.
“Modelnya juga enggak kalah dari tas pabrikan. Yang pasti lebih unik dan ramah lingkungan,” ujar Usmaniar.
Selain sebagai bentuk kreativitas, kerajinan ini juga menjadi peluang ekonomi alternatif bagi masyarakat sekitar. Usmaniar pun berharap, ke depan ada lebih banyak generasi muda yang tertarik mengembangkan kerajinan serupa dari bahan-bahan lokal.
Editor : Agung Sulistyo