Wali Kota Bukittinggi: Gembok Gerbang SMAN 5 Rugikan Anak Didik, Mari Cari Solusi Bersama

BUKITTINGGI, iNewsPadang.id — Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, angkat bicara soal aksi penggembokan gerbang SMAN 5 Bukittinggi oleh sejumlah ninik mamak yang telah berlangsung selama dua hari berturut-turut.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes atas tidak diterimanya 177 calon siswa dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025–2026.
Imbasnya, ratusan siswa baru gagal mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), sebuah awal penting dalam perjalanan pendidikan mereka.
Ramlan menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini, seraya menegaskan bahwa kepentingan anak-anak harus menjadi prioritas utama di atas segala bentuk keberatan atau ketidakpuasan.
Ia meminta semua pihak untuk menahan diri dan membuka ruang dialog demi menyelamatkan masa depan pendidikan generasi muda.
“Fokus kita sekarang adalah anak-anak harus bisa kembali belajar. Soal permasalahan lainnya, kita akan bahas bersama dan cari solusinya,” ujar Ramlan dengan nada tegas namun menenangkan, saat ditemui di Gedung DPRD Bukittinggi, Rabu (16/7).
Wako Ramlan menjelaskan bahwa teknis penerimaan siswa baru sepenuhnya berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, bukan pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kota maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Proses PPDB dilakukan secara daring dan mengikuti aturan nasional yang berlaku, sehingga pihak sekolah tidak memiliki kewenangan untuk mengubah hasil seleksi secara sepihak.
“Penerimaan siswa baru itu kewenangannya ada di kementerian, bukan di daerah. Sistemnya juga dilakukan secara online, jadi tidak bisa dirubah seenaknya,” ungkapnya.
Meski demikian, Ramlan membuka ruang untuk menyelesaikan masalah ini secara musyawarah.
Ia menyampaikan rencana untuk segera berdialog dengan para ninik mamak yang terlibat dalam aksi protes, serta mengajak DPRD Kota Bukittinggi dan instansi terkait untuk duduk bersama.
Ia menyayangkan aksi penggembokan yang dinilainya justru merugikan anak-anak yang seharusnya mulai menapaki tahun ajaran baru dengan semangat dan harapan.
Pemerintah Kota, menurutnya, tidak bisa membiarkan kegiatan belajar mengajar terhenti akibat konflik administratif yang seharusnya bisa diselesaikan lewat jalur komunikasi dan koordinasi.
“Kalau pintu sekolah digembok, siapa yang paling dirugikan? Anak-anak kita. Kita sebagai orang tua, niniak mamak, dan pemangku kebijakan harusnya jadi pelindung, bukan penghambat,” kata Ramlan.
Ia berharap semua pihak mengedepankan akal sehat dan semangat membangun pendidikan, sembari menegaskan komitmen Pemerintah Kota Bukittinggi untuk mengawal proses penyelesaian ini secara bijak dan adil.
Tujuan akhirnya jelas: memastikan tidak ada satu anak pun yang kehilangan haknya untuk memperoleh pendidikan yang layak hanya karena polemik administrasi. (*)
Editor : Wahyu Sikumbang