"Saya Kaget Rektor ITB Langsung Datang!": Kisah Devit, Anak Kuli Angkut Kayu Manis Asal Agam!

AGAM, iNewsPadang.id — Kisah inspiratif datang dari seorang pemuda bernama Devit Febriansyah (18), putra dari pasangan Doni Afrizal (45) dan Julimar (40), yang berhasil mengukir sejarah bagi keluarganya dan kampung halamannya di Malalak, Agam, Sumatera Barat.
Devit, yang orang tuanya berprofesi sebagai kuli angkut kayu manis dengan penghasilan tidak menentu, kini resmi menjadi calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Lebih luar biasa lagi, Devit didatangi langsung oleh Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., di rumahnya yang sederhana di lereng Gunung Singgalang.
"Awalnya itu ada seorang dosen kontak Devit melalui chat, katanya ada urusan ke Sumani mau sekalian mampir silaturahmi mengucapkan selamat dan ngasih bingkisan," tutur Devit dengan nada terkejut. "Tapi ternyata yang datang juga rektor gitu, jadi ya pak rektor juga kasih bantuan gitu. Rasanya senang sekali soalnya rektor langsung yang datang."
Ayah Devit, Doni Afrizal, tak bisa menyembunyikan rasa bangga dan harunya. "Saya selalu berpesan agar Devit giat belajar untuk mencapai keinginan. Dia keinginannya dari dulu sejak masuk SMA 1 itu dia ingin masuk ITB. Kalau begitu giatlah belajar kata saya. Karena minatnya juga di teknologi," ujarnya.
Doni juga menggambarkan Devit sebagai anak yang patuh, tidak suka keluyuran, dan sering membantu ibunya mengikis kulit manis untuk mendapatkan upah. Bahkan, Devit adalah sosok kakak yang bertanggung jawab, sering mengasuh ketiga adiknya: Radif Alfa Risky (13), Zhidan Rifki Khairi (11), dan Fathia Elzahra (3), saat kedua orang tuanya bekerja.
Pencapaian Devit di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI-ITB) menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih pendidikan tinggi. Setelah diterima, Devit langsung mendaftar untuk Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) agar biaya kuliahnya dapat terbebaskan.
Perjalanan Devit ke Bandung untuk perkuliahan yang akan dimulai sebelum 21 Juli ini juga mendapat dukungan penuh dari komunitas. Ikatan Keluarga Malalak (IKM) telah menggalang donasi dari para perantau dan masyarakat sekitar untuk membantu biaya keberangkatan Devit. Ini adalah cerminan kuatnya budaya gotong royong di kampung Devit, di mana seluruh warga menaruh harapan besar pada putra terbaik kebanggaan mereka.
Kisah Devit Febriansyah adalah sebuah inspirasi. Ia tidak hanya berhasil meraih mimpi pribadinya, tetapi juga menjadi simbol harapan bagi banyak anak muda lain di Indonesia yang mungkin menghadapi tantangan serupa.
Semangatnya, dukungan keluarga, dan kepedulian komunitas telah membuka jalan baginya menuju masa depan yang lebih cerah di ITB. (*)
Editor : Wahyu Sikumbang