Kisah Sepeda Onthel 1901 Warisan Veteran di Bukittinggi: Tahan Tabrakan, Sarat Sejarah Perang
BUKITTINGGI, iNEWSPadang.ID — Di tengah modernisasi kendaraan, sebuah sepeda onthel antik buatan tahun 1901 masih terawat di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pemiliknya, H. Amde Apri Nasution (40), menyebut sepeda itu adalah warisan berharga dari almarhum ayahnya, Ahmad Mustami Nasution, seorang veteran perang yang pernah menjabat Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kabupaten Mandailing Natal dan Wakil Ketua LVRI Kota Madya Medan.
Menurut Amde, sepeda tersebut menyimpan banyak kenangan sejarah sejak masa penjajahan hingga perjuangan kemerdekaan.
“Sepeda ini sering dipakai ayah saya ke sekolah, ke kantor veteran, bahkan untuk membawa kami berkeliling kota Medan ketika kecil. Waktu pindah ke Padang pun sepeda ini ikut, bahkan pernah ditabrak motor, tapi yang rusak malah motornya, sementara sepedanya hanya bengkok sedikit dan bisa diperbaiki," ujar Haji Amde, saat ditemui di toko kelontongnya di Simpang Kapau, Agam, Sabtu (20/9/2025).

Sepeda itu dibawa Amde ke Bukittinggi pada 2007, setelah sang ayah wafat setahun sebelumnya. Meski beberapa bagian hilang saat pindahan, seperti pelana asli kulit, bel, dan pompa angin, sepeda tersebut tetap dipertahankan keasliannya.
Beberapa kali perbaikan dilakukan, termasuk pengecatan ulang oleh tetangganya di Sungai Pua, Agam.
Lebih jauh, Amde mengisahkan bahwa ayahnya, Ahmad Mustami, selain dikenal sebagai veteran perang juga memiliki garis keturunan pendidik.
Ibunda Ahmad, yakni Siti Saharah Lubis, adalah guru perempuan pertama dari Mandailing yang dikirim ke Koeta Radja, Aceh, dan pernah dibuang ke Gunungsitoli karena perjuangannya melawan kolonial Belanda.

“Sebenarnya nenek kami, Siti Saharah Lubis, sudah layak dijadikan pahlawan nasional. Beliau bukan hanya pendidik, tapi juga pejuang. Bahkan baru-baru ini ada kabar dari Banda Aceh, cucu-cucunya diminta hadir untuk mengusulkan nama beliau sebagai pahlawan nasional,” tutur Amde.
Kini, sepeda tua berusia lebih dari seabad itu tak sekadar benda, melainkan simbol sejarah perjuangan keluarga yang masih berdiri kokoh hingga hari ini.
Editor : Wahyu Sikumbang