Payakumbuh, iNewsPadang.id – Di tengah arus globalisasi kuliner yang deras, seorang ayah di Payakumbuh Sumatera Barat memilih bertindak. Ia tak ingin anak semata wayangnya tumbuh tanpa rasa bangga terhadap makanan warisan leluhurnya. Dari kegelisahan itu, lahirlah sebuah inovasi yang kini digemari banyak orang, bahkan hingga ke Tanah Suci, rendang jagung.
Oldi Putra, sosok di balik ide kreatif ini, bukanlah chef kondang. Ia hanya seorang pengusaha kuliner lokal yang mencintai tradisi. Tapi kecintaannya itu cukup untuk mendorong lahirnya varian baru dari rendang—makanan yang sudah lama dikenal sebagai ikon kuliner Minangkabau, bahkan dinobatkan CNN sebagai salah satu makanan terenak di dunia.
“Anak saya lebih suka beli makanan atau cemilan luar daripada masakan rumah sendiri,” kata Oldi kepada iNews.id, dengan nada lirih namun tegas. “Itu tamparan bagi saya sebagai orang tua. Budaya itu bukan untuk dikenang, tapi untuk dilestarikan lewat karya.”
Dari Kekhawatiran Menjadi Inovasi
Berbekal tekad itu, Oldi mulai bereksperimen. Ia mencoba mengganti daging sapi dengan jagung pipilan yang dikeringkan. Ia mengaduk rempah demi rempah, menakar kelapa lebih banyak dari biasanya, dan menyesuaikan teknik memasak rendang agar tekstur jagung tetap kriuk meski dimasak berjam-jam.
Hasilnya? Rendang jagung yang gurih, renyah, dan berbeda dari rendang konvensional. “Saya ingin menciptakan sesuatu yang bisa dinikmati anak muda, tapi tetap berakar pada nilai budaya kita,” jelas Oldi.
Menariknya, rendang jagung bukan sekadar hasil modifikasi iseng. Proses pembuatannya tetap berlandaskan teknik tradisional. Hanya saja, untuk menghasilkan rasa gurih dan ketahanan yang lebih lama, Oldi menambahkan hingga 10 butir kelapa untuk setiap kilogram jagung—jauh lebih banyak dibanding rendang daging yang hanya menggunakan tiga.
Tahan Lama, Aman, dan Kaya Gizi
Salah satu keunggulan rendang jagung adalah daya tahannya yang luar biasa. Tanpa bantuan bahan pengawet, produk ini bisa bertahan hingga berbulan-bulan. Semua berkat proses masak lambat dan teknik vakum modern yang menjaga kesegaran dan kebersihan produk.
Oldi bahkan menambahkan daging suir untuk memperkaya rasa. Hasilnya adalah produk yang tidak hanya lezat, tetapi juga bergizi dan aman dikonsumsi semua kalangan.
“Dengan kombinasi karbohidrat dari jagung, protein dari kelapa dan daging suir, rendang jagung bisa menjadi camilan sehat yang jauh lebih baik dari snack kemasan di pasaran,” jelas Oldi.
Teman Perjalanan ke Tanah Suci
Siapa sangka, inovasi lokal ini justru mendapat sambutan hangat dari jamaah haji Indonesia. Setiap musim haji, Oldi kebanjiran pesanan. Para jamaah menjadikan rendang jagung sebagai oleh-oleh khas sekaligus bekal praktis selama menjalani ibadah di Tanah Suci.
“Banyak yang membeli untuk cadangan makanan saat darurat di Mekkah atau Madinah. Ringan, tahan lama, dan rasanya tetap enak meski disimpan berhari-hari,” ujar Oldi.
Dibanderol dengan harga Rp50.000 untuk kemasan 200 gram, produk ini tidak hanya terjangkau, tapi juga bernilai tinggi dari sisi budaya dan kesehatan. Cocok sebagai lauk, bisa juga dijadikan camilan—fleksibel dan inovatif.
Editor : Agung Sulistyo
Artikel Terkait