Pameran Lukisan Fikri Abdurrahman: Ketika Anak 7 Tahun Bicara Lewat Warna

PADANG PANJANG,iNewsPadang.id– Di balik tangannya yang mungil, Fikri Abdurrahman menyimpan bakat besar yang tak banyak dimiliki anak seusianya. Di usianya yang baru menginjak 7 tahun, pelajar kelas 1 SDN 06 Teladan, Padang Panjang, ini akan menggelar pameran tunggal seni lukis bertajuk "Merupa Warna dan Cita", pada 3–9 Juli 2025 mendatang, di Taman Budaya Sumatera Barat, Padang.
Fikri bukan nama asing di kalangan pelaku seni rupa Sumatera Barat. Ia dikenal sebagai pelukis cilik dengan gaya abstrak ekspresionis yang khas—penuh warna, bebas, dan emosional. Bakatnya terpantau sejak usia 3 tahun, saat anak lain sibuk menggambar rumah dan pelangi, Fikri justru bermain dengan guratan-guratan yang mengingatkan pada gaya Jason Pollock atau Erizal AS.
“Ia melukis dengan bebas. Tidak terikat pola, tapi punya rasa dan cerita,” kata sang ayah, Andriko, saat ditemui di rumah mereka di Kelurahan Balai-Balai, Padang Panjang, Minggu (18/5).
Dari Coretan Acak ke Galeri Seni
Di dinding rumahnya, tergantung beberapa karya Fikri yang pernah dipajang dalam pameran—termasuk saat mengikuti Festival Anak Sumatera Barat 2023, di mana ia mendapat penghargaan langsung dari Gubernur. Tahun berikutnya, Fikri kembali tampil dalam berbagai pameran bergengsi, seperti “Kembali ke Pangkal” di Galeri Hang Nadim, Pekanbaru, dan dua pameran tematik: “Tangled Truths Paradox” serta “Move”, di Taman Budaya Sumatera Barat.
Pameran tunggal yang akan datang ini akan dikurasi oleh M. Fauzul Kiram, seniman sekaligus akademisi seni dari Kalimantan. Menurut Andriko, tema “Merupa Warna dan Cita” diambil dari semangat Fikri yang sering menyampaikan dunia batinnya melalui warna, bukan kata-kata.
“Fikri belum banyak bicara soal makna lukisannya. Tapi ketika kuas sudah di tangan, ia seperti tahu persis apa yang ingin ia tuangkan,” ujar Andriko, dengan bangga.
Mimpi Besar di Balik Keterbatasan
Meski prestasinya tak sedikit, perjuangan keluarga ini tak selalu mudah. Andriko mengakui bahwa sejauh ini dukungan dari pemerintah masih minim, terutama dalam hal pembiayaan kegiatan seni anak.
“Kami sadar, seni belum jadi prioritas utama. Tapi saya ingin anak saya tetap berkarya. Karena saya yakin, Fikri punya sesuatu yang istimewa,” katanya.
Untuk membiayai kebutuhan pameran dan alat lukis, Andriko kerap harus mencari jalan sendiri. Meski begitu, mereka tetap berjalan—perlahan tapi pasti. Setiap kanvas yang terisi warna, bagi Fikri dan keluarganya, adalah langkah kecil menuju mimpi yang lebih besar.
Bakat Tak Mengenal Usia
Fikri membuktikan bahwa bakat bisa tumbuh kapan saja, bahkan di usia yang masih sangat belia. Kecintaannya pada warna dan bentuk telah membawanya ke panggung seni yang lebih besar. Pameran tunggal nanti bukan sekadar ajang unjuk karya, tapi juga bentuk pengakuan bahwa anak-anak pun bisa punya ruang dan suara di dunia seni rupa Indonesia.
“Kami hanya ingin orang tahu bahwa anak sekecil ini pun bisa berkarya. Kami berharap, akan ada lebih banyak Fikri lainnya yang juga mendapat dukungan,” tutup Andriko.
Editor : Agung Sulistyo