Kasus Deportasi Nur Amira: Ombudsman Sumbar Klarifikasi ke Imigrasi, Zahira Masih Menangis
“Perlakuan terhadap Nur Amira yang ketahuan sebagai warga negara asing tentu prosedurnya sesuai dengan prosedur terhadap warga negara asing,” kata Adel usai mendengar keterangan imigrasi.
Namun, Ombudsman menilai kasus ini juga membuka tabir masa kelam layanan publik Indonesia pada era 2000-an. Bagaimana mungkin seseorang yang statusnya warga negara asing bisa mendapatkan KTP, menikah, bahkan mengurus perceraian di pengadilan.
“Ya, bayangkan ada orang yang tinggal di Indonesia puluhan tahun yang ternyata warga negara asing dan bisa mengurus segala sesuatu administrasi kependudukannya. Ini problem administrasi yang sebetulnya sudah sangat kacau,” ungkap Adel.
Kilas balik kasus ini, Nur Amira lahir di Malaysia dan sempat memiliki paspor negara jiran pada 1996. Namun sejak kecil ia dibawa ibunya ke Payakumbuh, tumbuh dan menetap di sana selama hampir 30 tahun.
Tahun lalu, ia dideportasi ke Malaysia. Tetapi setibanya di sana, identitasnya tidak ditemukan dalam sistem negara tersebut. Nur Amira ditahan dua bulan di Penjara Kajang sebelum akhirnya dipulangkan lagi ke Indonesia dengan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dari KJRI Johor Bahru. Setelah sempat kembali berkumpul dengan anaknya, ia kembali ditahan oleh Imigrasi Agam karena dokumen SPLP dinyatakan batal.
Kini, nasib Nur Amira berada di ujung tanduk. Malaysia menolak mengakui identitasnya, sementara Indonesia menganggapnya tidak sah tinggal selama tiga dekade terakhir.
Di tengah tolak-menolak status kewarganegaraan ini, Zahira hanya bisa berpegang pada harapan. Dalam suratnya yang menyentuh, ia menulis, “Kalau Ibu saya dideportasi lagi saya akan terlantar dan masa depan saya akan hancur.”
Editor : Wahyu Sikumbang