Terombang-ambing Dua Negara, Kisah Ibu di Payakumbuh yang Terancam Kehilangan Anak
Namun kebahagiaan itu singkat. Pihak Imigrasi Agam mempersoalkan SPLP yang ia bawa, menyebut dokumen harus diverifikasi. Setelah pemeriksaan, SPLP tersebut dibatalkan. Ia pun kembali ditahan di ruang detensi imigrasi, tanpa kejelasan nasib.
Zahira, anak semata wayang Nur Amira, kini berada di persimpangan hidup. Siswi SMPN 1 Situjuah Limo Nagari ini hanya bisa berpegangan pada pena dan kertas.
Dengan hati yang diliputi resah, ia menuliskan surat terbuka kepada Kepala Imigrasi Agam. “Saya sangat membutuhkan Ibu saya, karena hanya beliau yang sejak lahir membesarkan saya seorang diri. Kalau Ibu saya dideportasi lagi, saya akan terlantar dan masa depan saya akan hancur,” tulisnya lirih.
Surat Zahira menggambarkan kepedihan seorang anak yang takut kehilangan. Ayahnya tak pernah hadir dalam hidup, sehingga ibunya menjadi satu-satunya sandaran.
Jika Nur Amira benar-benar kembali dideportasi, Zahira akan menghadapi hari-harinya sendirian, tanpa orang tua, di tengah masa remaja yang rawan.
Kasus ini menggugah hati banyak pihak. Malaysia menolak mengakui Nur Amira karena identitasnya tak lagi tercatat. Sementara di Indonesia, statusnya digugat lantaran ia sempat menggunakan paspor asing.
Dalam tolak-menolak dua negara ini, yang paling teriris justru seorang anak yang berjuang mempertahankan ibunya.
Editor : Wahyu Sikumbang